Senin, 06 September 2010

Beda Persepsi, Perundingan Kinabalu Tak Maksimal

(Foto: Getty Images)

07 September 2010, Kinibalu -- Perundingan Indonesia-Malaysia ke-16 yang dilakukan kemarin tidak mencapai hasil konkret karena adanya perbedaan persepsi dalam masalah yang dirundingkan.

Seperti dilaporkan AP, pihak Indonesia menginginkan pembicaraan difokuskan pada masalah perbatasan dan penangkapan pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Sementara itu, pihak Malaysia menginginkan Indonesia menyelesaikan penghinaan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia terhadap atribut kenegaraan negara itu, di mana atribut itu dibakar dalam beberapa demonstrasi. Begitu juga pelemparan gedung Kedubes Malaysia dengan tinja yang dinilai sangat tidak etis dalam hubungan diplomatik kedua negara.

Kepala Bidang Penerangan KBRI Malaysia Widyarka Ryananta mengatakan, pertemuan kali ini yang diagendakan berlangsung sekitar tiga jam masih akan merupakan awal dari penyelesaian sejumlah sengketa perbatasan dua negara.

"Masalah perbatasan, apalagi ada klaim kedua pihak, tidak mudah. Negara lain pun sampai puluhan tahun menyelesaikannya," kata Widyarka.

Menurut dia, dalam agenda perundingan Indonesia menghendaki persoalan perbatasan menjadi bahasan utama. Tema lain yang diusulkan adalah insiden penangkapan tiga petugas KKP, 13 Agustus lalu.

Sementara itu, Malaysia menghendaki ada pembahasan terkait aksi demonstrasi yang disertai pelemparan tinja ke gedung kedutaannya di Jakarta. Malaysia menganggap hal itu sebagai penghinaan. "Sehari ini rasanya terlalu berlebihan kalau mengharapkan terlalu tinggi," kata Widyarka.

Pada perundingan yang dipercepat dari jadwal sebelumnya ini, kedua Menteri Luar Negeri akan memimpin langsung tim perunding dari dua negara.

Kedua pejabat tinggi melakukan pertemuan tertutup empat mata pada pukul 15.00 waktu setempat dan selanjutnya tim perunding akan membahas isu-isu yang telah disepakati.

Pada sore harinya, kedua pejabat dijadwalkan memberikan pernyataan pers, dan acara kemudian ditutup dengan kegiatan buka puasa bersama. Perundingan perbatasan antara dua negara ini sudah berlangsung sejak 2005 dengan lokasi bergiliran.

Sedikitnya ada sepuluh titik perbatasan yang dianggap bermasalah, baik di darat maupun laut, antara Indonesia-Malaysia.

Di antara titik-titik bermasalah itu adalah Tanjung Datu di perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak serta titik batas di Pulau Sebatik.

Sementara di laut persoalan terjadi antara lain di perbatasan perairan Ambalat yang pada tahun lalu juga sempat menyulut sentimen keras anti-Malaysia di Jakarta.

Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie berharap agar Malaysia punya kemauan kuat untuk menyelesaikan masalah perbatasan ini. "Malaysia harus punya kemauan yang kuat untuk menyelesaikan masalah (perbatasan) dengan Indonesia," kata Marzuki.

Marzuki tidak dapat memprediksi kira-kira apa kesimpulan yang akan dihasilkan dalam perundingan itu. Yang jelas, dia berharap ada penyelesaian terkait perbatasan kedua negara bertetangga ini. "Kita tunggu saja (hasilnya)," kata politisi senior Partai Demokrat ini.

Penyelesaian masalah perbatasan ini, lanjut Marzuki, sebaiknya biar berjalan dulu antara pemerintah kedua negara tersebut. Namun, jika nantinya sampai dibutuhkan tim investigasi untuk menyelidiki masalah ini, menurutnya, itu bergantung pada kesepakatan antara negara-negara yang tergabung ASEAN.

"Itu tergantung pada kesepakatan sebenarnya (perlu tidaknya tim investigasi), karena ini bisa dibicarakan oleh sesama negara ASEAN, misalnya di ASEAN Charter," katanya.

Pertemuan di Kinabalu ini merupakan pertemuan rutin tahunan. Namun, acara ini dipercepat dari jadwal bulan November menjadi hari ini menyusul insiden penangkapan di perairan Pulau Bintan pada 13 Agustus 2010 yang memanaskan hubungan kedua negara tersebut.

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso berharap agar Pemerintah Indonesia tidak ragu-ragu menggunakan tapal batas dalam menyelesaikan konflik perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia.

"Hendaknya pemerintah kita dalam hal ini tidak ragu. Kita sarankan pemerintah agar tidak ragu-ragu menggunakan tapal batas yang dahulunya pernah menjadi keputusan yang disepakati dari kacamata PBB," katanya di gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, keputusan tapal batas versi PBB tersebut dapat dijadikan tolok ukur kedua negara dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi itu.

Dia juga mengingatkan agar konflik yang terjadi antara Indonesia dengan Malaysia tetap dapat diselesaikan secara santun dan tegas.

"Kami garis bawahi untuk pemerintah, presiden, menteri, dan juru runding agar dapat menjadikan ini sebagai prioritas dan tak terlalu lama untuk diselesaikan," ujarnya.

Sedangkan Ketua DPR Marzuki Alie berharap agar Malaysia memunyai kemauan kuat untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan Indonesia.

Dia menilai, dalam proses penyelesaian masalah perbatasan itu sebaiknya biar berjalan dulu antara pemerintah kedua negara tersebut.

Namun, ujar dia, jika nantinya sampai dibutuhkan tim investigasi untuk menyelidiki masalah ini, maka hal itu bergantung pada kesepakatan antara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN.

"Itu tergantung pada kesepakatan, sebenarnya apakah perlu atau tidaknya tim investigasi, karena ini bisa dibicarakan oleh sesama negara Asean, misalnya di ASEAN Charter," katanya.

Mengenai tiga WNI yang telah dijatuhi hukuman mati, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam siaran pers yang diterima Suara Karya mengungkapkan, pemerintah telah mengajukan keringanan hukuman.

Pemerintah Indonesia juga akan terus memberikan bantuan hukum dan advokasi bagi WNI lainnya yang tengah menghadapi proses hukum di negeri jiran tersebut. Hal ini dikhususkan pada mereka yang terancam hukuman mati. "Permintaan keringanan hukuman atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan hubungan baik kedua negara," demikian siaran pers Kemenlu itu.

Selain itu, pertemuan juga menggarisbawahi pentingnya pendirian dan pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi anak-anak WNI usia wajib sekolah di wilayah Malaysia (Sabah).

"Pendirian pusat belajar tersebut sangat penting untuk memfasilitasi banyaknya anak usia sekolah," demikian siaran pers tersebut.

Tiga WNI dijatuhi hukuman mati di Malaysia setelah Pengadilan Tinggi setempat menyatakan mereka bersalah dalam kasus penyelundupan narkoba. Penyelundupan ganja 1.858 gram di Sungai Petani itu terjadi lima tahun lalu.

Putusan itu dijatuhkan hakim Datuk Zamani A Rahim seperti dilansir The Star, Minggu (18/7/2010). Ketiga WNI itu adalah Amri Alamsyah, 41, Iskandar Ibrahim, 33, dan Muhammadiah Hasan, 31. Ketiga warga Aceh itu bersama-sama menyelundupkan narkoba pada 6 April 2005.

Suara Karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar