Rabu, 29 September 2010

TNI Perkuat Alutsista Dalam Negeri


30 September 2010, Jakarta -- Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan memprioritaskan penggunaan produksi dalam negeri dalam pembuatan alat utama sistem senjata (alutsista).

Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro mengatakan, penggunaan produksi dalam negeri memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan ekonomi bangsa. Sebab, dalam pembuatannya, semua yang mengerjakan adalah tenaga Indonesia. ”Misalnya pembuatan satu fregat bisa menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja, jadi kalau dua fregat bisa dua kali lipat menyerap tenaga kerja. Belum lagi dampak ekonomi lain,”katanya di Kantor Wakil Presiden kemarin.

Dia melanjutkan,Kementerian Pertahanan menganggarkan sekitar Rp150 triliun untuk pengadaan serta pemeliharaan dan perawatan alutsista. Dana tersebut sebagian besar diambil dari Rencana Pembangunan Menengah Nasional 2010–2014.“Dari jumlah tersebut sebesar Rp100 triliun diambil dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2010–2014,”katanya. Menurut Menhan, sisanya sebesar Rp50 triliun diharapkan bisa diperoleh oleh kementriannya apabila ekonomi Indonesia ke depan tumbuh dengan baik. Purnomo mengakui dana sebesar Rp 50 triliun tersebut belum bisa berakomodasi, tapi dirinya masih akan terus memperjuangkannya. Alutsista yang akan dibuat di dalam negeri dari anggaran Rp150 triliun tersebut meliputi kapal fregat dan kapal patroli cepat (fast patrol boat).

Dia menjelaskan, untuk kebutuhan di perairan Indonesia barat,TNI AL tidak mengembangkan kapal ukuran besar sehingga bisa dibuat di dalam negeri dilengkapi persenjataan modern seperti rudal.“Kalau yang untuk Indonesia timur memang kapalnya besar-besar. Seperti fregat itu kita bangun di Surabaya. Mudah-mudahan akhir tahun kita bisa mendeklarasikan untuk membangun kapal selam di Indonesia juga di PT PAL,”katanya Purnomo berkali-kali menyatakan komitmen pemerintah dalam memberdayakan industri pertahanan dalam negeri. Seusai penyerahan penyerahan pesawat tempur Sukhoi di Makassar Senin (27/9) dia menyatakan PT PAL Indonesia telah mampu melakukan pembangunan kapal perang jenis perusak kawal rudal (PKR).

Sementara PT Dirgantara Indonesia melakukan kerja sama pembangunan pesawat patroli maritim dengan Turki serta pembuatan prototipe pesawat tempur generasi 4,5 dengan Korea Selatan. Seperti diketahui, saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di depan anggota Komisi I DPR, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menjamin keberlanjutan pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri.Pemberdayaan tersebut merupakan salah satu program prioritas Agus dalam melaksanakan pembangunan kekuatan TNI. Penguatan tersebut, lanjutnya, dapat terealisasi jika pem-ba-ngunan kekuatan pertahanan dengan penggunaan produk industri dalam negeri.

“Contohnya pembangunan kapal perang dengan konsep joint cooperation di PT PAL,” ujarnya. Jika ternyata pengadaan alutsista harus dibeli dari luar, ujar Agus, maka perlu diupayakan adanya transfer teknologi. Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pembangunan industri pertahanan berbeda dengan pembangunan industri lain. Pembangunan tersebut memerlukan kesabaran dalam tenggat waktu yang panjang serta kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah.

Yang terutama dibutuhkan adalah alokasi anggaran yang besar. “Komitmen penggunaan alutsista dalam negeri oleh TNI dan Kemhan harus terus dijaga,”katanya. Sementara itu,Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan komitmen melakukan penguatan peran Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) atau Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dalam pengembangan industri pertahanan nasional dan pemenuhan kebutuhan alutsista TNI harus didukung.

Agar target pengembangan dan penguatan tersebut dapat tercapai, industri pertahanan dalam negeri juga harus melakukan perbaikanperbaikan dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dan melakukan langkahlangkah efisiensi serta pembenahan manajemen. Upaya pengembangan industri pertahanan dalam negeri, lanjut Mahfudz, juga dilakukan dengan menggandeng industri-industri yang selama ini bekerja sama dengan Indonesia.

“Sebagai contoh, kalau Indonesia meneken kontrak untuk membeli lima kapal selam, maka ada industri yang mereka bersedia untuk pembuatannya di Indonesia, transfer teknologinya di Indonesia, bahkan kemudian akan join dengan industri yang ada di Indonesia dan mereka akan menginjeksikan investasi,”tandasnya.

SINDO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar