Kamis, 26 Januari 2012

Rantai Kemiskinan


Deputi Menteri Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan, Bappenas, Bambang Widianto, mengatakan rantai kemiskinan yang menjerat puluhan juta penduduk Indonesia bisa diputus.
Caranya, kata Bambang, adalah melalui jalur pendidikan dan kesehatan.
"Program Keluarga Harapan dan juga program-program lainnya yang berkaitan dengan kesra, mencoba memutus rantai itu," kata Bambang.
Ekonom Bank Dunia di Jakarta, Vivi Alatas, juga meyakini pendidikan merupakan kunci utama untuk mematahkan rantai kemiskinan, hanya saja, tidak cukup dengan pendidikan dasar.
Adapun, faktor lain adalah tekad pemerintah dan kemauan warga miskin itu sendiri, kata Kepala Pusat Studi Perubahan Sosial, Universitas Nusa Cendana, Kupang, Yanuarius Koli Bau.
Sebagai bagian dari pekerjaan sehari-harinya. Yanuaris mengaku sudah mengunjungi 511 desa, yang tergolong miskin, selama 17 tahun terakhir.

Potret lingkaran

Di kompleks perumahan Sidosermo, Surabaya, sebuah rumah gubuk menempel pada tembok rumah di sebelahnya yang megah.
Pertumbuhan ekonomi, ketersediaan lapangan pekerjaan kemudian suasana yang aman dan mereka bebas berusaha itu besar peranannya terhadap gerakan orang keluar dari kemiskinan.
Sirojuddin Arif
Di atas tanah pinjaman ini, satu keluarga yang memiliki delapan anak tinggal selama beberapa tahun terakhir.
Kepala keluarganya, Supadi, telah menarik becak selama 30 tahun.
Dia sendiri mengalami cacat kaki setelah disuntik karena sakit panas sewaktu bekerja di sebuah pabrik.
Dari segi pendidikan, anak-anak Supadi lebih maju karena ada yang tamat SMP dan setingkat SMA.
Sedangkan Supadi sendiri hanya jebolan kelas 5 SD.
Keluarga tukang becak ini juga menerima beberapa bantuan kesejahteraan untuk rakyat miskin.
Anak-anak Supadi putus sekolah dan menikah dini, lalu lahirlah cucu-cucunya.

Mobilitas sosial

Peneliti lembaga penelitia SMERU, Sirodjuddin Arif, mengatakan mobilitas orang miskin tidak semata ditentukan oleh program pemerintah.
"Namun juga terkait dengan situasi ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi, ketersediaan lapangan pekerjaan kemudian suasana yang aman dan mereka bebas berusaha itu besar peranannya terhadap gerakan orang keluar dari kemiskinan," tutur Sirodjuddin.
Di Bantul, DIY, keluarga Purwadi menggalang dana keluarga dengan menjual sepeda motor dan rumah sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan.
Mereka secara gotong royong mengumpulkan dana Rp 45 juta untuk membayar uang pelicin agar adik Purwadi diterima menjadi aparat kepolisian.
Purwadi menuturkan adiknya yang menjadi polisi itu kini bisa membantu adik bungsunya untuk kuliah.
Tidak seperti keluarga Purwadi, sanak keluarga dan nilai gotong royong tidak bisa dijadikan penopang lagi bagi Sukirno yang tinggal di Kepanjen, Malang, Jawa Timur.
Tamatan Sekolah Rakyat ini maksimal hanya bisa mengantongi Rp 20.000 per hari dari ratusan bata merah yang dicetaknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar